Kamis, 12 Agustus 2010

" Cuma satu-satunya cara ... Untuk mencapai Nibbana."

“ Cuma satu-satunya cara O... para Bhikku...:

- Untuk mensucikan makhluk-makhluk.

- Untuk mengatasi kesedihan dan ratap tangis.

- Untuk mengakhiri derita dan duka cita.

- Untuk mencapai Jalan Benar.

- Untuk mencapai Nibbana.

Yaitu :

“ SATIPATTHANA “

( praktek pengerjaan perhatian atas 4 landasan kesadaran ):

Lv 1: Seorang bhikku dengan taat menjalani pengamatan fisik sebagai fisik, dengan kesadaran benar dan perhatian penuh. Sudah menyingkirkan ketamakan dan kebencian pada dunia.

Lv 2: Seorang bhikku dengan taat menjalani pengamatan perasaan sebagai perasaan, dengan kesadaran benar dan perhatian penuh. Sudah menyingkirkan ketamakan dan kebencian pada dunia.

Lv 3: Seorang bhikku dengan taat menjalani pengamatan pikiran sebagai pikiran, dengan kesadaran benar dan perhatian penuh. Sudah menyingkirkan ketamakan dan kebencian pada dunia.

Final lv: Seorang bhikku dengan taat menjalani pengamatan agama sebagai agama, dengan kesadaran benar dan perhatian penuh. Sudah menyingkirkan ketamakan dan kebencian pada dunia.”

LV 1: PERHATIAN PENUH PADA FISIK (KAYANUPASSANA). [PENCERAHAN: JHANA 1-3]

“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu dengan tekun melakukan pemerhatian fisik sebagai fisik?”

(Lv. 1: Perhatian Penuh Pada Nafas/Anapanasati)

ILMU TENAGA DALAM KALACHAKRA ES API

“Dalam hal ini, seorang bhikkhu menetapkan perhatian murni di hadapannya (artinya ia memperhatikan dengan waspada obyek meditasinya, yaitu pernapasan).

Dengan penuh perhatian ia menarik nafas.

Dengan penuh perhatian ia menghembus nafas.

Saat menarik nafas panjang ia tahu ia sedang menarik nafas panjang.

Saat menghembus nafas panjang ia tahu ia sedang menghembus nafas panjang.

Saat menarik nafas pendek ia tahu ia sedang menarik nafas pendek.

Saat menghembus nafas pendek ia tahu ia sedang menghembus nafas pendek.”

(Lv 2: Perhatian Penuh Pada 4 Postur Fisik/Iriyapatha)

KUNGFU MAGIS LANGKAH AJAIB TUJUH BINTANG

“Selanjutnya, seorang bhikku, saat ia berjalan ia tahu sedang berjalan, saat berdiri, ia tahu sedang berdiri, saat duduk ia tahu sedang duduk, saat ia berbaring ia tahu sedang berbaring.”

(Lv 3: Perhatian Penuh Pada Kejelasan Gerakan Fisik/Satisampajana)

ILMU BELADIRI VAJRAMUSTHI

“Selanjutnya, seorang bhikku,

Saat berjalan ke depan atau belakang, tahu yang ia lakukan.

Saat melihat ke depan atau belakang, tahu yang ia lakukan.

Saat menekuk atau mengulur, tahu yang ia lakukan.

Saat membawa perlengkapan bajunya dan peralatannya, tahu yang ia lakukan.

Saat makan, minum, kunyah, kecap, tahu yang ia lakukan.

Saat kencing atau berak, tahu yang ia lakukan.

Saat berjalan, berdiri, duduk, tidur, bangun, atau saat bicara atau diam, tahu yang ia lakukan.

Pokoknya sadar semua gerakan yang ia lakukan.

(Lv. 4: Perhatian Penuh Terhadap 32 bagian fisik/Kayagatasati)

ILMU RAWARONTEK

“Selain itu, para bhikkhu, seorang bhikkhu terhadap fisik, dari tapak kaki ke atas dan dari puncak kepala ke bawah, yang terselubung kulit dan penuh kekotoran, ia mengamati begini:

‘Di fisik ini ada rambut,

Di fisik ini ada bulu,

Di fisik ini ada kuku,

Di fisik ini ada gigi,

Di fisik ini ada kulit,

Di fisik ini ada daging,

Di fisik ini ada otot,

Di fisik ini ada tulang,

Di fisik ini ada sumsum,

Di fisik ini ada ginjal,

Di fisik ini ada jantung,

Di fisik ini ada hati,

Di fisik ini ada diafragma,

Di fisik ini ada limpa,

Di fisik ini ada paru-paru,

Di fisik ini ada usus kecil,

Di fisik ini ada usus besar,

Di fisik ini ada makanan dalam lambung,

Di fisik ini ada tinja,

Di fisik ini ada otak,

Di fisik ini ada empedu,

Di fisik ini ada lendir,

Di fisik ini ada nanah,

Di fisik ini ada darah,

Di fisik ini ada keringat,

Di fisik ini ada lemak,

Di fisik ini ada airmata,

Di fisik ini ada minyak tubuh,

Di fisik ini ada ludah,

Di fisik ini ada kotoran hidung,

Di fisik ini ada minyak sendi,

Di fisik ini ada urin.’”

(Lv. 5: Perhatian Penuh Pada 4 Unsur/Dhatuvavattana)

KUNGFU HAN XUAN JHING THIAN ENERGY BUMI LANGIT

“Selanjutnya, seorang bhikku, mengamati:

‘Di fisik ini ada 4 unsur: tanah, air, api, udara‘.”

(Final lv: Perhatian Penuh Pada 9 jenis mayat/Sivathika)

KUNGFU MAGIS CAKAR TULANG PUTIH

“Selanjutnya, para bhikku,

Lv 1 Tinju Cakar Lohan Emas: Seorang bhikku yang melihat mayat yang membengkak dan membusuk, membandingkan fisik itu dengan fisiknya, sambil berpikir, ‘fisikku juga punya sifat-sifat yang sama dengannya, karena itu fisikku juga bisa menjadi seperti itu‘.

Lv 2 Cakar Pemburu Serigala: Seorang bhikku yang melihat mayat yang dagingnya terkoyak-koyak, membandingkan fisik itu dengan fisiknya, sambil berpikir, ‘fisikku juga punya sifat-sifat yang sama dengannya, karena itu fisikku juga bisa menjadi seperti itu’.

Lv 3 Cakar Tulang Putih Tiada Tara: Seorang bhikku yang melihat mayat yang dagingnya terkuliti, membandingkan fisik itu dengan fisiknya, sambil berpikir, ‘fisikku juga punya sifat-sifat yang sama dengannya, karena itu fisikku juga bisa menjadi seperti itu‘.

Lv 4 Cakar Roboh Gunung Hitam: Seorang bhikku yang melihat mayat yang dagingnya tercabik, membandingkan fisik itu dengan fisiknya, sambil berpikir, ‘fisikku juga punya sifat-sifat yang sama dengannya, karena itu fisikku juga bisa menjadi seperti itu‘.

Lv 5 Cakar Mayat Tulang Putih: Seorang bhikku yang melihat mayat yang hampir tinggal kerangka, membandingkan fisik itu dengan fisiknya, sambil berpikir, ‘fisikku juga punya sifat-sifat yang sama dengannya, karena itu fisikku juga bisa menjadi seperti itu‘.

Lv 6 Cakar Beruang Tulang Putih: Seorang bhikku yang melihat mayat yang tinggal kerangka patah, membandingkan fisik itu dengan fisiknya, sambil berpikir, ‘fisikku juga punya sifat-sifat yang sama dengannya, karena itu fisikku juga bisa menjadi seperti itu‘.

Lv 7 Cakar Panjang Umur Tulang Putih: Seorang bhikku yang melihat mayat yang kerangkanya memutih, membandingkan fisik itu dengan fisiknya, sambil berpikir, ‘fisikku juga punya sifat-sifat yang sama dengannya, karena itu fisikku juga bisa menjadi seperti itu‘.

Lv 8 Cakar Amuk Tulang Putih: Seorang bhikku yang melihat mayat yang berupa tumpukan tulang, membandingkan fisik itu dengan fisiknya, sambil berpikir, ‘fisikku juga punya sifat-sifat yang sama dengannya, karena itu fisikku juga bisa menjadi seperti itu‘.

Final lv Cakar Pemusnah Tulang Putih: Seorang bhikku yang melihat mayat yang tulangnya menjadi debu, membandingkan fisik itu dengan fisiknya, sambil berpikir, ‘fisikku juga punya sifat-sifat yang sama dengannya, karena itu fisikku juga bisa menjadi seperti itu‘.”

Hasil:

“Demikianlah o bhikku, ia menyadari ada sebuah fisik pada dirinya yang berguna untuk kebutuhannya saja.

Demikianlah cara ia selalu bebas, tak melekat dengan apapun di dunia ini.

Demikianlah o bhikku, yang disebut melihat ‘fisik’ sebagai ‘fisik’.”

LV 2: PERHATIAN PENUH PADA PERASAAN (VEDANANUPASSANA). KUNGFU SAKTI BAJU BODHI [PENCERAHAN: JHANA 4]

“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu dengan tekun melakukan pemerhatian perasaan sebagai perasaan?”

“Dalam hal ini, seorang bhikkhu

Saat merasakan satu kesukaan, tahu bahwa ia sedang suka.

Saat merasakan satu kebencian, tahu bahwa ia sedang benci.

Saat merasa netral, tahu bahwa ia netral saja.

Saat merasa satu kenyamanan fisik, tahu bahwa ia sedang mengalami kenyamanan fisik.

Saat merasa satu kenyamanan mental, tahu bahwa ia sedang mengalami kenyamanan mental.

Saat merasa satu gangguan fisik, tahu bahwa ia sedang mengalami gangguan fisik.

Saat merasa satu gangguan mental, tahu bahwa ia sedang mengalami gangguan mental.

Saat merasa fisiknya netral saja, tahu bahwa fisiknya netral saja.

Saat merasa mentalnya netral, tahu bahwa mentalnya netral saja.”

Hasil:

“Demikianlah o bhikku, ia menyadari ada sebuah perasaan pada dirinya yang berguna untuk kebutuhannya saja.

Demikianlah cara ia selalu bebas, tak melekat dengan apapun di dunia ini.

Demikianlah o bhikku, yang disebut melihat ‘perasaan’ sebagai ‘perasaan’.”

LV 3: PERHATIAN PENUH PADA PIKIRAN (CITTANUPASSANA).

KUNGFU SUPERSAKTI TAPAK BUDDHA LV1-11 [PENCERAHAN: JHANA 5-8]

“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu dengan tekun melakukan pemerhatian pikiran sebagai pikiran?”

“Dalam hal ini, seorang bhikkhu tahu

Pikiran yang muncul sebagai pikiran bernafsu, sebagai pikiran bernafsu.

Pikiran yang muncul sebagai pikiran suci, sebagai pikiran suci.

Pikiran yang muncul sebagai pikiran membenci, sebagai pikiran membenci.

Pikiran yang muncul sebagai pikiran mencinta, sebagai pikiran mencinta.

Pikiran yang muncul sebagai pikiran sesat, sebagai pikiran sesat.

Pikiran yang muncul sebagai pikiran pas, sebagai pikiran pas.

Pikiran yang muncul sebagai pikiran ragu, sebagai pikiran ragu.

Pikiran yang muncul sebagai pikiran teguh, sebagai pikiran teguh.

Pikiran yang muncul sebagai pikiran mandeg, sebagai pikiran mandeg.

Pikiran yang muncul sebagai pikiran maju, sebagai pikiran maju.

Pikiran yang muncul sebagai pikiran picik, sebagai pikiran picik.

Pikiran yang muncul sebagai pikiran mulia, sebagai pikiran mulia.

Pikiran yang muncul sebagai pikiran mengambang, sebagai pikiran mengambang.

Pikiran yang muncul sebagai pikiran terpusat, sebagai pikiran terpusat.

Pikiran yang muncul sebagai pikiran buntu, sebagai pikiran buntu.

Pikiran yang muncul sebagai pikiran bebas, sebagai pikiran bebas.”

Hasil:

“Demikianlah o bhikku, ia menyadari ada sebuah pikiran pada dirinya yang berguna untuk kebutuhannya saja.

Demikianlah cara ia selalu bebas, tak melekat dengan apapun di dunia ini.

Demikianlah o bhikku, yang disebut melihat ‘pikiran’ sebagai ‘pikiran’.”

V

FINAL LEVEL :

PERHATIAN PENUH PADA AGAMA (DHAMMANUPASSANA). KUNGFU SUPERSAKTI TAPAK BUDDHA FINAL LEVEL [PENCERAHAN: JHANA 9]

“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu dengan tekun melakukan pemerhatian agama sebagai agama?”

(Lv. 1: Perhatian Penuh Pada 5 Rintangan Meditasi/Nivarana)

“Dalam hal ini o para bhikku,

Jika nafsu seks muncul di dirinya, seorang bhikku menyadari bahwa ada nafsu seks di dirinya.

Jika nafsu seks tak ada di dirinya, seorang bhikku menyadari bahwa tak ada nafsu seks di dirinya.

Ia menyadari awal munculnya nafsu seks di dirinya.

Ia menyadari cara lenyapnya nafsu seks di dirinya.

Ia menyadari bagaimana nafsu seks yang sudah padam tak akan muncul lagi untuk seterusnya.”

“Jika niat jahat muncul di dirinya, seorang bhikku menyadari bahwa ada niat jahat di dirinya.

Jika niat jahat tak ada di dirinya, seorang bhikku menyadari bahwa tak ada niat jahat di dirinya.

Ia menyadari awal munculnya niat jahat di dirinya.

Ia menyadari cara lenyapnya niat jahat di dirinya.

Ia menyadari bagaimana niat jahat yang sudah padam tak akan muncul lagi untuk seterusnya.”

“Jika kemalasan muncul di dirinya, seorang bhikku menyadari bahwa ada kemalasan di dirinya.

Jika kemalasan tak ada di dirinya, seorang bhikku menyadari bahwa tak ada kemalasan di dirinya.

Ia menyadari awal munculnya kemalasan di dirinya.

Ia menyadari cara lenyapnya kemalasan di dirinya.

Ia menyadari bagaimana kemalasan yang sudah padam tak akan muncul lagi untuk seterusnya.”

“Jika kecemasan keresahan muncul di dirinya, seorang bhikku menyadari bahwa ada kecemasan keresahan di dirinya.

Jika kecemasan keresahan tak ada di dirinya, seorang bhikku menyadari bahwa tak ada kecemasan keresahan di dirinya.

Ia menyadari awal munculnya kecemasan keresahan di dirinya.

Ia menyadari cara lenyapnya kecemasan keresahan di dirinya.

Ia menyadari bagaimana kecemasan keresahan yang sudah padam tak akan muncul lagi untuk seterusnya.”

“Jika keraguan muncul di dirinya, seorang bhikku menyadari bahwa ada keraguan di dirinya.

Jika keraguan tak ada di dirinya, seorang bhikku menyadari bahwa tak ada keraguan di dirinya.

Ia menyadari awal munculnya keraguan di dirinya.

Ia menyadari cara lenyapnya keraguan di dirinya.

Ia menyadari bagaimana keraguan yang sudah padam tak akan muncul lagi untuk seterusnya.”

(Lv. 2: Perhatian Penuh Pada 5 Kelompok Kemelekatan/Khanda)

“Dalam hal ini seorang bhikku tahu,

Beginilah kesadaran, beginilah munculnya kesadaran, beginilah lenyapnya kesadaran.

Beginilah persepsi, beginilah munculnya persepsi, beginilah lenyapnya persepsi.

Beginilah dasar awal pikiran, beginilah munculnya dasar awal pikiran, beginilah lenyapnya dasar awal pikiran.

Beginilah perasaan, beginilah munculnya perasaan, beginilah lenyapnya perasaan.

Beginilah fisik, beginilah munculnya fisik, beginilah lenyapnya fisik.”

(Lv. 3: Perhatian Penuh Pada Belenggu Kesucian/Samyojana)

“Dalam hal ini seorang bhikku,

Mengetahui mata, mengetahui obyek-obyek penglihatan, mengetahui semua belenggu yang muncul dari kesadaran mata.

Ia menyadari awal timbulnya belenggu yang tadinya tak ada.

Ia menyadari cara lenyapnya belenggu yang mulai ada.

Ia menyadari bagaimana belenggu yang sudah lenyap tak akan muncul lagi untuk seterusnya.

Mengetahui telinga, mengetahui obyek-obyek pendengaran, mengetahui semua belenggu yang muncul dari kesadaran telinga.

Ia menyadari awal timbulnya belenggu yang tadinya tak ada.

Ia menyadari cara lenyapnya belenggu yang mulai ada.

Ia menyadari bagaimana belenggu yang sudah lenyap tak akan muncul lagi untuk seterusnya.

Mengetahui hidung, mengetahui obyek-obyek penciuman, mengetahui semua belenggu yang muncul dari kesadaran hidung.

Ia menyadari awal timbulnya belenggu yang tadinya tak ada.

Ia menyadari cara lenyapnya belenggu yang mulai ada.

Ia menyadari bagaimana belenggu yang sudah lenyap tak akan muncul lagi untuk seterusnya.

Mengetahui lidah, mengetahui obyek-obyek pengecapan, mengetahui semua belenggu yang muncul dari kesadaran lidah.

Ia menyadari awal timbulnya belenggu yang tadinya tak ada.

Ia menyadari cara lenyapnya belenggu yang mulai ada.

Ia menyadari bagaimana belenggu yang sudah lenyap tak akan muncul lagi untuk seterusnya.

Mengetahui fisik, mengetahui obyek-obyek perabaan, mengetahui semua belenggu yang muncul dari kesadaran fisik.

Ia menyadari awal timbulnya belenggu yang tadinya tak ada.

Ia menyadari cara lenyapnya belenggu yang mulai ada.

Ia menyadari bagaimana belenggu yang sudah lenyap tak akan muncul lagi untuk seterusnya.

Mengetahui pikiran, mengetahui obyek-obyek pemikiran, mengetahui semua belenggu yang muncul dari kesadaran pikiran.

Ia menyadari awal timbulnya belenggu yang tadinya tak ada.

Ia menyadari cara lenyapnya belenggu yang mulai ada.

Ia menyadari bagaimana belenggu yang sudah lenyap tak akan muncul lagi untuk seterusnya.

(Lv. 4: Perhatian Penuh Pada 7 Faktor Pencerahan/Bojjhanga)

“Dalam hal ini o para bhikku,

Jika faktor pencerahan kewaspadaan ada di dirinya, seorang bhikkhu sadar ada kewaspadaan di dirinya.

Jika faktor pencerahan kewaspadaan tak ada di dirinya, seorang bhikkhu sadar tak ada kewaspadaan di dirinya.

Ia menyadari awal munculnya faktor pencerahan kewaspadaan di dirinya.

Ia menyadari saat faktor pencerahan kewaspadaan sudah sempurna di dirinya.

Jika faktor pencerahan investigasi ada di dirinya, seorang bhikkhu sadar ada investigasi di dirinya.

Jika faktor pencerahan investigasi tak ada di dirinya, seorang bhikkhu sadar tak ada investigasi di dirinya.

Ia menyadari awal munculnya faktor pencerahan investigasi di dirinya.

Ia menyadari saat faktor pencerahan investigasi sudah sempurna di dirinya.

Jika faktor pencerahan energi ada di dirinya, seorang bhikkhu sadar ada energi di dirinya.

Jika faktor pencerahan energi tak ada di dirinya, seorang bhikkhu sadar tak ada energi di dirinya.

Ia menyadari awal munculnya faktor pencerahan energi di dirinya.

Ia menyadari saat faktor pencerahan energi sudah sempurna di dirinya.

Jika faktor pencerahan gairah ada di dirinya, seorang bhikkhu sadar ada gairah di dirinya.

Jika faktor pencerahan gairah tak ada di dirinya, seorang bhikkhu sadar tak ada gairah di dirinya.

Ia menyadari awal munculnya faktor pencerahan gairah di dirinya.

Ia menyadari saat faktor pencerahan gairah sudah sempurna di dirinya.

Jika faktor pencerahan ketenangan ada di dirinya, seorang bhikkhu sadar ada ketenangan di dirinya.

Jika faktor pencerahan ketenangan tak ada di dirinya, seorang bhikkhu sadar tak ada ketenangan di dirinya.

Ia menyadari awal munculnya faktor pencerahan ketenangan di dirinya.

Ia meyadari saat faktor pencerahan ketenangan sudah sempurna di dirinya.

Jika faktor pencerahan konsentrasi ada di dirinya, seorang bhikkhu sadar ada konsentrasi di dirinya.

Jika faktor pencerahan konsentrasi tak ada di dirinya, seorang bhikkhu sadar tak ada konsentrasi di dirinya.

Ia menyadari awal munculnya faktor pencerahan konsentrasi di dirinya.

Ia menyadari saat faktor pencerahan konsentrasi sudah sempurna di dirinya.

Jika faktor pencerahan konsentrasi ada di dirinya, seorang bhikkhu sadar ada konsentrasi di dirinya.

Jika faktor pencerahan konsentrasi tak ada di dirinya, seorang bhikkhu sadar tak ada konsentrasi di dirinya.

Ia menyadari awal munculnya faktor pencerahan konsentrasi di dirinya.

Ia menyadari saat faktor pencerahan konsentrasi sudah sempurna di dirinya.

(Final lv: Perhatian Penuh Pada 4 Kebenaran Mulia/Sacca)

“Dalam hal ini seorang bhikku tahu,

‘rupanya inilah duka’.

‘rupanya inilah asal duka’.

‘rupanya inilah akhir duka’.

‘rupanya inilah jalan menuju akhir duka’.”

“Dan, o Para Bhikku, apa yang benar tentang duka?

Duka adalah:

a. Kelahiran, ketuaan, sakit (kesedihan, ratapan, kesakitan, ketaksukaan, keputusasaan), kematian.

b. Bertemu dengan yang dibenci.

c. Berpisah dengan yang disuka.

d. Tak mendapat yang diinginkan.

e. kemelekatan pada 5 kelompok tubuh.“

“Dan, kenapa para Bhikku, 5 kelompok tubuh disebut duka?

Kelompok fisik timbul dari kemelekatan.

Kelompok emosi timbul dari kemelekatan.

Kelompok persepsi timbul dari kemelekatan.

Kelompok dasar-dasar awal pikiran timbul dari kemelekatan.

Kelompok kesadaran timbul dari kemelekatan.”

“Lalu, para bhikku, apa yang benar tentang asal duka?

Adalah keinginan, yang menyebabkan kelahiran, terikat oleh suka dan nafsu.

Mencari 3 bentuk kepuasan:

1. Keinginan untuk memenuhi gelombang nafsu.

2. Keinginan untuk berkreasi dan menjadi diakui.

3. Keinginan untuk lenyap melalui paham Keberadaan (Brahmanism)”

“Lalu, para bhikku, apa yang benar dari saat akhir duka?

Adalah Nibbana/Penghabisan total dari keinginan.”

“Selanjutnya, para bhikku, apa yang benar tentang jalan menuju akhir duka?

Ia adalah: Pandangan Benar, Pikiran Benar,

Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Penghidupan Benar,

Usaha Benar, Perhatian Benar, Konsentrasi Benar.”

“Dan, para bhikku, apa Pandangan Benar?

Pandangan yang memahami 4 Kebenaran Mulia:

1. Kebenaran tentang penderitaan: Hidup membawa penderitaan

a. Penderitaan Fisik: 1. Lahir, 2. Tua, 3. Sakit, 4. Mati.

b. Penderitaan Mental: 1. Berpisah dengan yang disukai, 2. Bertemu dengan yang dibenci,

3. Keinginan tak tercapai, 4. Lima Kelompok Tubuh.

2. Kebenaran tentang sebab penderitaan: Kemelekatan pada Keinginan

a. Keinginan nafsu (kama tanha)

b. Keinginan untuk menjadi sesuatu (bhava tanha)

c. Keinginan untuk menjadi keberadaan/brahmanism (vibhava tanha)

3. Kebenaran tentang lenyapnya penderitaan: Nibbana (padamnya niat/keinginan)

4. Jalan menuju lenyapnya penderitaan: Jalan Mulia Berunsur 8.“

“Dan, para bhikku, apa Pikiran Benar?

Pikiran yang berBrahmavihara:

1. Metta = Pikiran penuh cinta tanpa batas.

2. Karuna = Pikiran yang tahu cara memenuhi kebutuhan makhluk lain.

3. Mudita = Pikiran yang tak menyimpan iri terhadap kebahagiaan orang lain.

4. Upekkha = Pikiran seimbang (tak ada senang dan susah).“

“Dan, para bhikku, apa Ucapan Benar?

1. Bebas kepalsuan (kebohongan dan kemunafikan).

2. Bebas hasutan (adu domba dan fitnah).

3. Bebas kekerasan (keras, kejam, meski menasehati tapi tak boleh dengan suara keras).

4. Bebas tetekbengek (yang tak perlu pun dibicarakan, cerewet).“

“Dan, para bhikku, apa Perbuatan Benar?

Perbuatan yang tak merugikan makhluk lain dan tak melanggar sila.“

“Dan, para bhikku, apa Penghidupan Benar?

1. Tak melibatkan penipuan.

2. Tak mengambil melebihi apa yang seharusnya diambil (korup, haram, menaikkan harga di luar kesepakatan pasar)

3. Tak melibatkan pembunuhan.

4. Tak melakukan 5 jenis perdagangan:

a. Menjual makhluk hidup untuk diperbudak.

b. Menjual atau berhubungan dengan persenjataan perang.

c. Menjual racun.

d. Menjual hewan untuk dipotong.

e. Menjual minuman keras.“

“Dan, para bhikku, apa Usaha Benar?

Usaha membersihkan tubuh dan mengembangkan kebijakan, yaitu:

1. Berusaha menghindari kejahatan yang belum ada pada mental.

2. Berusaha mengatasi kejahatan yang sudah ada pada mental.

3. Berusaha mengembangkan 7 faktor pencerahan agar kebaikan muncul pada mental:

1. Sati (perhatian penuh).

2. Dhamma vicaya (penyelidikan terhadap Dhamma).

3. Viriya (semangat).

4. Piti (kepuasan fisik).

5. Passadi (ketenangan).

6. Samadhi (konsentrasi).

7. Upekha (keseimbangan).

4. Berusaha menyempurnakan kebaikan yang sudah terwujud pada mental.“

“Dan, para bhikku, apa Perhatian Benar?

Perhatian yang didapat dari praktek Vipassana Bhavana (Pengembangan mental yang berdasarkan 4 landasan pengamatan), yaitu:

1. Pengamatan konsisten terhadap fisik (kayanupassana).

a. Mengamati masuk dan keluarnya nafas (anapanasati)

b. 4 postur (berdiri, duduk, berbaring, berjalan)

c. Perhatian dan kesadaran penuh (sati sampajanna)

d. Perenungan terhadap hal-hal menjijikkan (patikula sanna)

e. 4 unsur (dhatu)

f. Perenungan terhadap kematian

2. Pengamatan konsisten terhadap perasaan (vedananupassana).

a. Perasaan senang (somanassa)

b. Perasaan tak senang (domanassa)

c. Perasaan tenang seimbang (upekkha)

d. perasaan menyenangkan (sukkha)

e. perasaan yang tak menyenangkan (dukkha)

3. Pengamatan konsisten terhadap pikiran (cittanupassana).

a. Nafsu/suci.

b. Benci/cinta.

c. Sesat/pas.

d. Teguh/ragu.

e. Maju/mandeg.

f. Mulia/picik.

g. Terpusat/mengambang.

h. Bebas/buntu.

4. Pengamatan konsisten/penyidikan terhadap Dhamma (dhammanupassana).

a. 5 jenis rintangan meditasi (panca-nivarana)

b. 5 kelompok tubuh (pancakhanda)

c. 6 Landasan indra (ayatana)

d. 7 faktor pencerahan (Sapta Bojjhanga)

e. 4 kebenaran mulia ( kwarta ariya sacca)“

“ Dan, para bhikku, apakah Konsentrasi Benar itu ?

Konsentrasi yang didapat dari praktek Samatha Bhavana

(pengembangan mental berlandaskan 8 meditasi/jhana untuk ketenangan mental),

yaitu:

1: Vitakka, Vicara, Piti, Sukkha, Ekagatta.

2: Piti, Sukkha, Ekagatta.

3: Sukkha, Ekagatta.

4: Ekagatta.

5: Dasar Alam Tak Terbatas.

6: Dasar Kesadaran Tak Terbatas.

7: Dasar Ketiadaan.

8: Dasar Dari Bukan Persepsi Bukan Pula Non-Persepsi.

9: Lenyapnya Persepsi dan Harapan.“

Hasil: ===>>>Nibbana

“ Demikianlah O Bhikku, ia menyadari ada sebuah agama pada dirinya yang berguna untuk kebutuhannya saja.

Demikianlah cara ia selalu bebas, tak melekat dengan apapun di dunia ini.

Demikianlah O Bhikku, yang disebut

melihat hanyalah melihat;

mendengar hanyalah mendengar;

menyentuh hanyalah menyentuh;

smell something only smell it self;

taste some only tastefieing..

etc..

dsl...

Tidak ada komentar: